Selasa, 19 Oktober 2010

studi stimulus komputer

Science dan neuroscience
Buku, artikel, diskusi, pelatihan, musik, film, bahkan makanan saat ini selalu saja diwarnai dengan kata menguak misteri otak. Mulai otak tengah, otak besar, otak kiri dan kanan, dan otak anak. Tag yang bertebaran, mulai dari stimulai otak anak, menyeimbangkan otak kiri dan kanan, mengaktivasi otak tengah, restorasi otak, dan seterusnya.

Penelitian neuroscience (ilmu yang membahas tentang otak) kini memang sedang berkembang, antara lain yang ramai adalah penggunaan neurofeedback, atau disebut juga biofeedback. Caranya, si anak diberi stimulus auditory dan visual dengan menggunakan permainan games dengan komputer, maupun stimulus getaran-getaran. Dengan getaran-getaran, suara musik atau berbagai bunyian, games atau film warna warni, maka alat pencatat gelombang otak yang disebut Electro-encephalogram (EEG) akan mencatat daerah mana di bagian otak itu yang memberikan respon. Begitu juga berapa besar dan cepat responsnya. EEG akan mencatat gelombang itu dalam bentuk gelombang yang tingginya tidak sama pada setiap aktivitas otak.

Awalnya bertujuan untuk menjawab berbagai asumsi yang muncul di kepala para ahli syaraf atau neurolog yang senang dengan riset-riset ilmiah, untuk melihat kondisi-kondisi tertentu dari pasien neurologi. Misalnya untuk melihat kondisi pasien pasca kecelakaan, kondisi pasien epilepsi, pasca operasi otak, dan lama-lama pada anak-anak yang mempunyai gejala gangguan perkembangan neurologis. Hasil-hasil risetnya kemudian diaplikasikan di dalam klinik guna membantu penegakan diagnosa.

Metoda neurofeedback ditemukan oleh seorang dokter Amerika, Dr. Barry Sterman dari Universitas California di tahun 1960. Selama 20 tahun terus menurus dilakukan penelitian dan pada tahun 1980 mulai dilakukan penelitian di dalam klinik untuk anak dengan gangguan konsentrasi. Harapannya dengan pembelian stimulus dari luar, maka bioelektrik otak yang terjadi sebagai hasil dari perubahan arus neurotrasmitter (zat pembawa arus listrik) akan bisa diatur. Dari sana kemudian terus dikembangkan ke arah anak-anak bergangguan lainnya, seperti gangguan belajar, gangguan perkembangan kognitif, depresi, dan sebagainya. Modifikasi alatpun semakin beragam, begitu juga stimulus yang diberikan semakin bermacam-macam.

Prinsip dasar neurofeedback

Neurofeedback atau disebut juga electro-encephalograph biofeedback, yang kini banyak digunakan sebagai alat terapi, melakukan monitoring kondisi bioelektrik otak dengan tujuan akhir menormalisasi fungsi otak. Artinya apabila misalnya seorang anak yang mempunyai masalah konsentrasi, impulsif, gangguan belajar, epilepsi, ataupun orang dewasa yang mengalami keadaan depresi yang terus menerus, dimana memang terjadi kondisi bioelektrik yang tidak normal, maka kondisi ini diharapkan dapat dinormalkan. Dan fungsi kerja otak diharapkan juga dapat menjadi normal.

Terapinya sangat sederhana, si penderita diminta untuk mengerjakan sesi terapi dengan cara melihat layar komputer, mendengarkan musik, atau juga dengan getaran-getaran magnet yang dikirim ke permukaan kulit kepala. Dengan stimulasi ini diharapkan bioelektrik yang tidak normal akan terangsang ke arah apa yang kita inginkan. Misalnya pada anak ADHD lebih banyak mempunyai gelombang beta1 yaitu 12 – 18 HZ, maka gelombang ini diturunkan ke arah beta2 atau 4-8 HZ.

Diharapkan dengan berkali-kali latihan demikian, maka otak akan terangsang melakukan kondisi yang diharapkan menjadi suatu kebiasaan.

Berbagai penelitian neurofeedback

Namun bagaimana literatur ilmiah berbicara tentang neurofeedback therapy ini? Hingga saat ini masih belum ada kesimpulan yang konklusif tentang keberhasilan kerja neurofeedback ini. Sejak pertama kali percobaan neurofeedback dari tahun 1960 sudah ada sekitar 1000 publikasi neurofeedback therapy ini. Kebanyakan studi-studi itu menunjukkan bahwa laporan studi itu harus disingkirkan karena adanya masalah: tidak ada kelompok kontrol, kelompok percobaan terlalu kecil, adanya perbedaan pemberian perlakuan – orang percobaan terlalu bervariasi, diagnosanya tidak jelas, kriteria tidak jelas, kesimpulan peneliti tidak benar, tidak meliwati bijak bestari (peer reviewers), statistik salah, tidak menunjukkan disain sebelum dan sesudah perlakuan (before and after treatment), dan tidak ada studi lanjutan yang spesifik. Penelitian-penelitian yang dilakukan pada anak-anak bermasalah belajar, gangguan konsentrasi dan disleksia, menunjukkan bahwa ada kemajuan dalam konsentrasi namun saat dilakukan pemeriksaan kemajuan prestasi sekolah tidak menunjukkan apa-apa. Akhir kata, neurofeedback therapy ini terlalu banyak janji dan ujungnya selalu diisi dengan: perlu penelitian lebih lanjut. Padahal sudah 50 tahun dilaksanakan penelitian untuk ini.

Placebo effect

Di banyak negara maju seperti di Eropa, memang sudah banyak tumbuh klinik-klinik neurofeedback therapy ini. Namun hingga saat ini terapi semacam ini masih dianggap sebagai terapi alternatif moderen. Belum masuk ke dalam terapi reguler dari bidang psikologi dan psikiatri. Karena itu masih belum dibayar oleh penggantian asuransi. Pasien psikiatri yang tidak menginginkan menggunakan obat-obatan psikotropika dari psikiater, apabila memang mempunyai uang dan membayar sendiri bisa memilih terapi ini. Terutama pada pasien gangguan konsentrasi, ADHD, atau depresi.

Namun dalam berbagai tawaran dengan menggunakan terapi ini, klinik-klinik tersebut juga menyediakan jasa psikolog sebagai pendamping dan psaien mendapatkan juga terapi lain yang dibutuhkan dari psikolog. Dengan begitu kita menjadi tidak tahu lagi apakah perbaikan terapi itu karena memang efek neurofeedback atau memang bimbingan dari psikolog. Sehingga orang sering juga mengatakan bahwa perbaikan yang dicapai oleh pasien hanyalah placebo effect.

Penyalah gunaan neuroscience menjadi pseudoscience

Hingga saat ini pihak asosiasi keilmuan, seperti misalnya asosiasi pediatricians Amerika menyatakan bahwa neurofeedback therapy dapat menjadi terapi pendukung bagi terapi utama gangguan ADHD, namun banyak sekali tawaran-tawaran terapi yang justru mengutamakan neurofeedback therapy ini menjadi terapi utama. Neurofeedback diketahui baru bisa memberikan dukungan terapi untuk mengurangi masalah gangguan konsentrasi pada ADHD. Hanya masalah konsentrasinya. Padahal ADHD mempunyai masalah cukup kompleks selain gangguan konsentrasinya. Ia juga impulsif, agresif, banyak gerak (hiperaktif), dan banyak yang mengalami komorbiditas dengan masalah-masalah neurologis lainnya, misalnya disleksia, gangguan motorik, gangguan sensorik, bahkan gangguan psikiatri lainnya. Gangguan psikiatri lainnya misalnya gangguan obsesive-compulsif, membangkang (Conduct Disorder), gangguan tidur, dan sebagainya. Karena itu berbagai asosiasi dalam bidang kedokteran dan psikologi, tetap meletakkan terapi pengobatan psikiatri dengan obat-obatan psikotropika dan ditambah dengan terapi psikologi (terapi perilaku).

Tetapi di lapangan (begitu juga jika kita meng-google) kita bisa menemukan banyak sekali tawaran neurofeedback therapy ini untuk segala macam gangguan, bahkan dilaporkan dapat menyembuhkan yang dibumbui dengan cerita-cerita sudah dilakukan penelitian bertahun-tahun, tetapi tidak dijelaskan penelitian siapa dan sumbernya apa. Memang betul bahwa penggunaan neurofeedback sudah dilakukan bertahun-tahun, tetapi hasilnya masih sangat minim sekali. Kecuali melatih konsentrasi, neurofeedback dilaporkan belum bisa memberikan sumbangan apa-apa.

Tetapi para penjaja neuroscience yang akhirnya hanya menjajakan ilmu palsu atau pseudoscience seringkali menawarkan hal-hal diluar informasi ilmiah. Apabila ditanya bagaimana dukungan hasil penelitian ilmiahnya, biasanya kelompok pseudoscience akan berkeras menjawab dengan bentuk-bentuk testemoni (pengakuan-pengakuan yang pernah mencobanya). Bisa dilihat disini video sebuah contoh penggunaan neurofeedback untuk penyandang autisme. Dalam video itu hanya dikemukakan berbagai testemoni dari penderita autisme. Beberapa diantaranya justru keluar dari kriteria autisme, hal yang dalam ilmu kedokteran maupun psikologi, tidak mungkin. Dalam video itu juga dijelaskan bahwa hingga saat ini tidak satu modelpun dalam kedokteran yang dapat digunakan untuk menterapi autisme (memang demikianlah, secara ilmu kedokteran autisme belum ada obatnya), tetapi dari video itu orang didorong untuk mencari upaya terapi alternatif autisme melalui neurofeedback. Disana dijelaskan bahwa dengan membangun konsentrasi hasil dari terapi, maka si anak dapat diberi pendidikan baik dalam kehidupan sehari-hari termasuk kepatuhan, komunikasi, meningkatkan kemampuan sosial maupun akademi, dan anakpun bisa mengaktualisasikan kecerdasannya. Dengan kata lain berbagai hambatan bisa diatasi. Dengan begitu orang bisa beranggapan bahwa gangguan autisme maupun gangguan lainnya (sosialisasi, emosi, belajar) disebabkan oleh gangguan konsentrasi, yang kemdian dapat diatasi dengan neurofeedback therapy. Jadi sekali dayung dua tiga pulau bisa terlampauinya. Tanpa melihat lagi masalah belajar bisa disebabkan oleh berbagai sebab bahkan bisa berbeda penyebabnya dengan masalah belajar pada autisme.

Padahal dunia ilmiah sudah mengetahui, masalah autisme ada dalam genetik. Dari penelitian-penelitian ilmiah didapatkan bahwa pada anak-anak kembar identik, akan mengalami kans secara siknifikan lebih besar bila didandingkan dengana anak kembar non-identik. Karena gangguan autisme merupakan gangguan yang majemuk dan parah, maka para ahli genetika hingga kini belum dapat menentukan genetic marker pada autisme secara tepat. Karena itu penelitiannya masih terus berlangsung. Selama penelitian masih berlangsung dan belum pasti bagaimana duduk persoalannya secara etik, pihak kedokteran belum bisa mengeluarkan bagaimana obat yang paling pas untuknya.

Pseudoscience menjajakan neurofeedback yang paling bohong adalah yang mengatakan bahwa stimulasi-stimulasi gelombang otak itu akan melesatkan jumlah neuron (sel syaraf) dan synaps-synapsnya. Otak memang mempunyai kelenturan perkembangan (plasticity) sehingga stimulasi memang dibutuhkan, tetapi tetap ada limitnya. Karena perkembangan otak manusia senantiasa dipengaruhi oleh genetiknya yang menjadi blue print perkembangan manusia.

sumber :wikipedia.org.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar